Dalampenelitian pemahaman masyarakat Madura terhadap leksikon kuliner khas suku Madura yang berdomisili di Kecamatan Medan Tembung ini akan diuraikan konsep dasar yang berfungsi sebagai penjelas atau penghubung tentang topik yang berkaitan dengan penelitian. Konsep tersebut antara lain sebagai berikut. 2.1.1 LeksikonNailul Itsna Afifah, Mochammad Andhika Reza Pratama, Rena Kusrina Dayati, Andi Irwan Benardi Jurusan Geografi, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Semarang, Indonesia ABSTRAK Tujuan dari penelitian ini 1 Mengetahui interaksi kehidupan antar kelima suku Bajau, Bugis, Madura, Mandar dan Jawa dalam film lintas budaya. 2 Mengetahui hubungan budaya kelima suku Bajau, Bugis, Madura, Mandar dan Jawa dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah berupa analisis kualitatif dengan objek kajian berupa lima suku di Pulau Karimunjawa. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan hasil bahwasanya antar kelima suku yang mendiami Pulau Karimunjawa berjalan beriringan tanpa konflik antar suku, dan hal itu disebabkan oleh tingginya rasa persatuan antar masyarakat masing-masing suku di Pulau Karimunjawa. ABSTRACT The purpose of this research 1 To know the interaction of life among the five tribes Bajau, Bugis, Madura, Mandar and Java in cross cultural film. 2 Knowing the cultural relations of the five tribes Bajau, Bugis, Madurese, Mandar and Java in the life of nation and state. The method used in this research is a qualitative analysis with the object of study in the form of five tribes in Karimunjawa Island. Based on the results of research obtained results that between the five tribes that inhabit Karimunjawa island go hand in hand without the conflict between tribes, and it is caused by the high sense of unity among the respective tribal communities in Karimunjawa Island. PENDAHULUAN Bangsa Indonesia terdiri dari beragam kebudayaan yang membentang dari Sabang sampai Merauke. Keragaman budaya di Indonesia adalah sesuatu yang tidak dapat dipungkiri keberadaannya. Jika kita merujuk kepada konvensi UNESCO 2005 Convention on The Protection and Promotion of The Diversity of Cultural Expressions tentang keragaman budaya atau “cultural diversity”, cultural diversity diartikan sebagai kekayaan budaya yang dilihat sebagai cara yang ada dalam kebudayaan kelompok atau masyarakat untuk mengungkapkan ekspresinya. Dalam konteks pemahaman masyarakat majemuk, selain kebudayaan kelompok sukubangsa, masyarakat Indonesia juga terdiri dari berbagai kebudayaan daerah bersifat kewilayahan yang merupakan pertemuan dari berbagai kebudayaan kelompok sukubangsa yang ada didaerah tersebut. Secara Geografis Kepulauan Karimun Jawa terletak antara 5′ 40″ – 5′ 57″ LS dan 110′ 4″ – 110′ 40″ BT, berada di perairan Laut Jawa yang jaraknya ± 45 mil laut dari kota Jepara, termasuk ke dalam wilayah administratif Kecamatan Karimunjawa, Kabupaten Dati II Jepara. Kepulauan Karimun Jawa memiliki luas ha, yang terdiri dari lautan seluas ha, dan daratan seluas ha yang tersebar di 27 pulau. Dari 27 pulau tersebut, 5 diantaranya telah berpenghuni yaitu P. Karimunjawa, P. Kemujan, P. Parang, P. Nyamuk dan Persebaran suku di Pulau Krimunjawa terdiri dari berbagai suku bangsa. Di Pulau Karimunjawa sendiri persebaran Masyarakat Jawa berada di Desa Karimunjawa, Kemojan, Nyamuk dan Parang. Mereka merupakan penduduk pendatang dari berbagai wilayah di Indonesia termasuk penduduk Jawa timur, Jawa tengah dan Jawa Barat yang bermigrasi dan akhirnya menetap di Karimunjawa. Pindahan dari berbagai wilayah tersebut didominasi berasal dari suku jawa. Berdasarkan Penelitian Sukari 2005 Penduduk yang menempati Pulau Karimunjawa terdiri dari 6 suku bangsa yaitu Jawa, Bugis-Makasar, Madura, Buton, Mandar dan Bajau. Dari suku bangsa tersebut yang paling banyak suku bangsa Jawa dan Bugis-Makasar. Kedua suku bangsa ini mempunyai latar belakang sosial budaya dan ekonomi yang berbeda. Dari uraian latar belakang diatas, perlu dikaji kebudayaan di Pulau Karimunjawa dalam memperkaya dan dalam mengembangkan daerah Pulau Karimunjawa sebagai contoh daerah yang memiliki rasa toleransi tinggi dengan judul Penelitian “Interaksi Lima Budaya Suku Bugis, Bajau, Madura,Mandar Dan Jawa Di Pulau Karimunjawa Menggunakan Analisis Geografi Sosial Budaya”. Tujuan dari penelitian ini yaitu 1 Mengetahui interaksi kehidupan antar kelima suku Bajau, Bugis, Madura, Mandar dan Jawa dalam film lintas budaya. 2 Mengetahui hubungan budaya kelima suku Bajau, Bugis, Madura, Mandar dan Jawa dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. 3 Mengetahui kelima suku Bajau, Bugis, Madura, Mandar dan Jawa dengan analisis Geografi Sosial Budaya. METODE PENELITIAN Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah berupa analisis kualitatif dengan objek kajian berupa lima suku di Pulau Karimunjawa. Populasi dalam penelitian ini berupa masyarakat dalam 5 suku Bajau, Mandar, Madura, Bugis dan Jawa di Pulau Karimunjawa. Sedangkan sampel yang digunakan dalam penelitian ini berupa tokoh masyarakat dari masing masing suku yang total berjumlah 15 itu, metode yang digunakan dalam penelitan ini juga berupa dokumentasi dan pemetaan kelima suku di Pulau Karimunjawa guna memperkuat hasil penelitian. Tahapan yang digumakan dalam penelitian ini meliputi Tahap Persiapan 1, Tahap pengumpulan Data 2, Tahap Pengolahan Data 3, Tahap Analisis 4, Pembuatan Laporan5. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Kebudayaan Suku Bugis dan Mandar Suku Bugis dan Suku Mandar pada dasarnya merupakan masih dalam satu kesatuan suku yang sama dan memiliki budaya atau adat istiadat yang sama pula. Perbedaannya ialah terletak pada bahasa yang digunakan. Suku Bugis dan Mandar merupakan suku asli yang mendiami wilayah asal Sulawesi Selatan, yang kemudian menyebar di beberapa tempat di Indonesia, salah satunya ialah di Pulau Karimunjawa. Suku Bugis pertama kali mendarat Pulau Karimunjawa pada tahun 1932 menggunakan kapal pinisi, hal itu disebabkan karena tidak amannya kondisi Sulawesi Selatan pada masa itu, seperti peperangan antar kerajaan, dan ancaman dari pihak Belanda. Sejak saat itulah, Suku Bugis dan Mandar mendiami Pulau Karimunjawa, tepatnya di Dusun Batu Lawang, Kelurahan Kemojan, Kecamatan Karimunjawa. Bahasa yang digunakan sehari-hari ialah menggunakan Bahasa Indonesia dan Bahasa Bugi/Mandars, namun Bahasa pertama yang diajarkan ialah Bahasa Indonesia. Hal ini dikarenakan agar anak mudah saat memasuki usia sekolah, kemudian Bahasa Bugis diajarkan pada umur 6 tahun keatas. Kearifan lokal yang masih dilestarikan yaitu adat “Salamatasi” dan “Tasyakuran Ganjil-Genap”. Salamatasi adalah sedekah bumi yang dilakukan oleh masyarakat Suku Bugis dan Mandar. Waktu pelaksanaan salamatasi tidak ditentukan. Salamatasi bersifat kondisional, sehingga dilakukan kapan saja jika bahan-bahan yang digunakan untuk salamatasi sudah siap, yang terpenting dalam acara ini adalah hanya dilakukan sekali dalam setahun. Sedangkan Tasyakuran Ganjil-Genap merupakan kearifan lokal yang digunakan dalam setiap syukuran yang dilakukan oleh masyarakat Suku Bugis, baik itu dalam acara syukuran kesedihan maupun kebahagiaan. Tasyakuran ganjil-genap ini lebih merujuk kepada makanan yang disajikan pada saat syukuran. Pada syukuran kesedihan seperti kematian, makanan yang disajikan berjumlah ganjil, sedangkan pada syukuran kebahagiaan seperti pernikahan atau kehamilan makanan yang disajikan berjumlah genap. Kearifan lokal yang lain adalah Tradisi Lambon diisi tarian pencak silat dan sabung ayam yang sering diadakan tujuh hari setelah Idul Fitri. Tradisi ini sempat terjaga namun seiring berjalannya waktu diganti dengan tradisi Slamatan yang menyajikan kudapan-kudapan khas Bugis seperti Buras. Tradisi lain yang masih dapat dijumpai adalah Mamaulu, menyambut hari kelahiran Nabi Muhammad SAW dengan membawa ketan dan telur hias ke masjid. Telur tersebut diwarnai secantik mungkin dan ditusuk sebatang lidi untuk dibagikan kepada anak-anak. Dalam permasalahan maupun perselisihan yang terjadi di Suku Bugis, walaupun sangat jarang bahkan hampir tidak pernah terjadi, permasalahan tersebut diselesaikan dengan kekeluargaan, kemudian jika tidak memungkinkan terselesaikan dengan jalan kekeluargaan, penyelesaian masalah diselesaikan melalui hukum negara. Dalam hal ini sudah tidak ada campur tangan hukum adat. Suku Bugis tetap menggunakan rumah panggung walaupun perawatan, harga bangun mahal, dan bahan baku sulit didapat dengan alasan agar tidak kehilangan jati diri sebagai Suku Bugis. Selain untuk mempertahankan jati diri sebagai Suku Bugis, rumah panggung juga merupakan konstruksi bangunan yang tahan terhadap gempa dibanding rumah bawah. Tidak sedikit juga masyarakat Suku Bugis di dukuh Batu Lawang, desa Kemujan, Kecamatan Karimunjawa yang sudah menggunakan rumah bawah Interaksi Suku Bugis. Interaksi yang terjadi di Suku Bugis tidak hanya dilakukan oleh sesama Suku Bugis saja, tetapi juga dilakukan interaksi dengan suku lain, seperti suku Jawa, dan suku madura. Hubungan dalam berinteraksi oleh Suku Bugis baik. Perkawinan yang dilakukan oleh masyarakat Suku Bugis tidak harus dilakukan oleh sesama Suku Bugis, melainkan dari antar suku. Meskikpun dulunya di Suku Bugis diharuskan menikah dengan sesama Suku Bugis, tetapi saat ini aturan itu sudah tidak berlaku. Dalam upacara perkawinan, Suku Bugis juga sudah tidak menggunakan adat pernikahan Suku Bugis, tetapi mengikuti adat jawa. Hal ini berarti bahwa Suku Bugis terbuka atas budaya-budaya suku lain. Terdapat paguyuban masyarakat Suku Bugis di Dukuh Batu Lawang, Desa Kemujan, Kecamatan Karimunjawa yang bernama “Kabug” atau Komunitas Anak Bugis”. Paguyuban ini beranggotakan pemuda Suku Bugis. Kegiatan yang dilakukan adalah mempersiapkan untuk acara tahunan yang dilaksanakan di Dukuh Batu Lawang, yaitu Salamatasi. Terdapat paguyuban masyarakat Suku Bugis di Dukuh Batu Lawang, Desa Kemujan, Kecamatan Karimunjawa yang bernama “Kabug” atau Komunitas Anak Bugis”. Paguyuban ini beranggotakan pemuda Suku Bugis. Kegiatan yang dilakukan adalah mempersiapkan untuk acara tahunan yang dilaksanakan di Dukuh Batu Lawang, yaitu Salamatasi. Paguyuban Berdasarkan Profesi erupakan paguyuban nelayan yang terdiri dari berbagai suku. Paguyuban ini tidak membedakan komposisi terhadap suku yang ada dan tidak menjadikan keturunan sebagai tolak ukur dalam keanggotaannya. Contoh terdapat paguyuban nelayan rumput laut, anggotanya terdiri dari Suku Bugis dan Suku Jawa. Tabel Jumlah Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan yang ditamatkan. Pendidikan Terakhir Jumlah Responden Tidak Lulus SD 1 SD 16 SMP 12 SMA 2 PT 1 Sumber Hasil Penelitian 2018 Tabel Jumlah Responden Berdasarkan Mata Pencaharian MATA PENCAHARIAN JUMLAH RESPONDEN Nelayan 31 Pedagang 1 JUMLAH 32 Sumber Hasil Penelitian 2018 Terdapat beberapa kelas dalam nelayan di Suku Bugis yang terdiri dari nelayan kecil, anak buah kapal, dan pemilik kapal. Nelayan merupakan mata pencaharian turun-temurun bagi masyarakat Suku Bugis. Mata pencahaian turun-temurun adalah mata pencaharian yang diperoleh dengan cara anak atau ketuunan melanjutkan atau mengikuti mata pencaharian orang tua atau sanak saudaranya. Sehingga dalam suatu keluarga terdapat dua atau lebih generasi yang sama-sama bekerja sebagai nelayan. Di samping mata pencaharian pokok yang dilakukan oleh masyarakat Suku Bugis, ada pula pekerjaan sampingan. Pekerjaan sampingan ini bertujuan untuk menambah pendapatan masyarakat Suku Bugis dan membantu pemenuhan kebutuhan sehari-hari karena semakin meningkatnya beban biaya hidup. Jenis pekerjaan sampingan yang biasa dilakukan oleh masyarakat Suku Bugis yaitu kuli bangunan dan pertanian. Penghasilan yang diperoleh dari mata pencaharian yang dilakukan Suku Bugis baik mata pencaharian pokok maupun mata pencaharian sampingan tidak menentu. Hal ini di karena beberapa faktor, faktor yang pertama yaitu faktor alam. Bagi para nelayan faktor alam sangat berpengaruh terhadap hasil tangkapan ikan yang ada dilaut. Semakin bagus cuacanya semakin banyak pula tangkapan ikan yang diperoleh hal ini juga akan mempengaruhi penghasilan yang semakin tinggi. Penghasilan yang diperoleh pada saat musim teduhdapat mencapai 5 juta perbulan, bahkan untuk pemilik kapal dan nelayan yang menggunakan bubu alat sembunyi ikan dapat mencapai 1 – 4,5 juta semalam. Kebudayaan Suku Jawa Suku Jawa adalah Suku terbesar yang menempati wilayah Kepulauan Karimunjawa, yang tersebar di Pulau Kerimunjawa, Pulau Kemujan, Pulau Parang, Pulau Nyamuk dan Pulau Genting. Mayoritas masyarakat Jawa beragam Islam, dan beberapa masyarakat beragama Kristen. Meskipun menjadi suku mayoritas, Masyarakat Suku Jawa tidak menunjukkan superioritas kesukuan. Hal itu dibuktikan dengan adanya upacara-upaca kebudayaan yag melibatkan semua suku di Karimunjawa, seperti Barikan Kubro yang dilaksanakan satu tahun sekali tiap tanggal 5 September. Barikan merupakan doa bersama sebagai wujud syukur masyarakat Karimunjawa atas hasil bumi dan laut. Selain itu, ada juga festival Barikan Kecil/Barikan Sugro, yang dilaksanakan setiap kamis wage pada tanggalan Jawa. Selain Barikan, setiap tahun masyarakat Jawa juga mengadakan berbagai festival, seperti festival jajanan pesisir, dan berbagai festival lainnya yang diikuti oleh semua warga termasuk suku-suku lain di Pulau Karimunjawa. Sejarah kedatangan masyarakat Suku Jawa turut dipengaruhi oleh sejarah kedatangan Syaikh Amir Hassan di Pulau tersebut, yang kemudian diikuti oleh masyarakat lain yang berasal dari Pulau Jawa. Ada beberapa kearifan lokal Suku Jawa di Karimunjawa yang berkaitan dengan Syaikh Amir Hassan, diantaranya ialah Kearifan Lokal Kisah Lele Dumbo Stingless Fresh Air Keaarifan Lokal Kisah Kuku Tindik Kearifan Lokal Kisah Ular Buta Kearifan Lokal Kayu Dewadaru, yang menurut cerita rakyat setempat, jenis kayu yang memiliki kekuatan magis. Masyarakat setempat percaya bahwa kayu tersebut akan membuat rumah mereka menyelamatkan dari pencuri atau tindakan mengganggu lainnya jika mereka menggunakan bagian dari kayu tersebut di rumah mereka. Kayu Setigi, dipercaya sebagai kayu yang digunakan sebagai tongkat oleh Sunan Nyamplungan atau Syaikh Amir Hassan dan digunakan untuk mengutuk ular disebutkan bahwa kayu ini digunakan untuk menetralkan racun binatang. Kayu Kalimasada, ialah jenis kayu yang memiliki kekuatan Masyarakat lokal menggunakan kayu ini untuk melawan roh setan sering menggunakan kayu ini. Dalam menjaga kebudayaan Suku Jawa, selain diadakannya festival, petinggi masyarakat Jawa yang juga sekaligus sebagai lurah Desa Karimunjawa mencoba menjaga keutuhan dan kelestarian kebudayaan dan kearifan lokal agar tidak terpengaruh oleh busaya luar dengan menanam nilai-nilai ke pemuda Karimunjawa, seperti pembinaan dari RT, adanya TPQ, dan penanaman pendidikan kearifan lokal sejak dini. Pernikahan antar suku dalam Budaya Suku Jawa diperbolehkan hingga menghasilkan hingga menghasilkan beberapa akulturasi budaya, terlebih dalam hal makanan dan budaya terutama dalam peggunaan bahasa. Dalam menyatukan masyarakat Jawa dan masyarakat suku lain, diadakan beberapa paguyuban salah satu paguyuban yang menyatukan antar suku yaitu Tarian minakara. Tarian ini merupakan wujud kelestarian bagi pemuda pemudi desa untuk mencintai kesenian Jawa. Pak gunawan selaku guru SMP 1 Karimunjawa mengatakan bahwa upaya pelstarian paguyuban Tarian minakara sudah dilakukan di sekolah –sekolah, salah satunya di SMP 1 Karimunjawa yaitu siswa-siswi diajarkan setiap sabtu sore di ruang kesenian sekolah. Komunitas Tourguide merupakan paguyuban yang cukup efektif bagi warga Karimunjawa baik suku Jawa maupun Suku lain. Karena bersifat terbuka bagi umum para tourguide untuk bekerja bersama. Selain tourguide ada paguyubuan lain yang sejenis yaitu paguyuban nelayan, paguyuban penyewaan kapal dan paguyuban bidang SAR yang berjalan baik di masyarakat Karimunjawa. Mayoritas Agama yang dianut Masyakat Suku Jawa adalah Islam. Namun sebagian ada yang beragama Kristen. Untuk Fasilitas ibadah hamper disetiap desa terdapat satu masjid dan beberapa mushola. Tetapi untuk Gereja hanya ada satu di Desa Karimunjawa. Masyarakat Jawa meskipun berbeda agama mereka tetap hidup berdampingan dan menjunjung toleransi beragama. Di Pulau Karimunjawa banyak masyarakat yang memiliki mata pencaharian sebagai nelayan lokal. Baik itu nelayan yang berskala kecil maupun nelayan yang berskala menengah. Beberapa jenis nelayan yang ada di Karimunjawa adalah nelayan tangkap dan nelayan budidaya. Nelayan tangkap adalah nelayan yang mendapatkan hasil buruan dari menangkap di laut, baik di laut pinggiran ataupun laut yang agak dalam. Kebanyakan nelayan tangkap akan memburu hasil tangkapannya baik dengan cara memancing, menombak atau menjaring. Sedangkan nelayan budidaya adalah nelayan yang tidak menangkap ikan secara langsung di laut namun mereka memilih untuk membudidayakan ikan bisa melaui karamba ikan, kolam, dan lain – lain. Ada beberapa budidaya yang sedang dikembangkan oleh nelayan Karimunjawa seperti Budidaya Ikan Kerapu, Budidaya Lobster, Budidaya Rumput Laut. Hasil dari budidaya tersebut nantinya akan ditampung oleh pengepul lokal dan kemudian akan didistribusikan ke kota. Profesi lainnya dari masyarakat Suku Jawa adalah pada sector pertanian. Bagi masyarakat kepulauan Karimunjawa usaha pertanian pada umumnya adalah ladang/tegalan. Umumnya sawah di kepulauan Karimunjawa sangat tergantung pada musim hujan. Berdasarkan Balai Taman Nasional 20049 tanaman pertanian yang dikembangkan penduduk meliputi tanaman perdagangan rakyat seperti Cengkeh, Kelapa Kopi dan Randu, dan tanaman pangan seperti jagung, Ketela Pohon, Ubi Jalar, Kacang Tanah, Kedelai dan Kacang Wijen. Di samping jenis tanaman tersebut di atas, para penduduk telah mengembangkan pula jenis tanaman hortikultura yaitu mangga, pisang, nangka, sukun, nanas, jeruk, kedondong, jambu air dan jambu monyet. Tabel Mata Pencaharian Masyarakat Suku Jawa Berdasarkan Sampel No. Mata Pencaharian Jumlah 1. Guru 3 2. Nelayan 5 3. Pedagang 9 4. Wiraswasta 10 5. Jasa/Usaha 6 6. Ibu Rumah Tangga 4 Total 37 Sumber Hasil Penelitian 2018 Kebudayaan Suku Bajau Suku Bajau adalah suku bangsa yang tanah asalnya Kepulauan Sulu, Filipina Selatan. Suku ini merupakan suku nomaden yang hidup di atas laut, sehingga disebut gipsi laut.. Suku Bajau sejak ratusan tahun yang lalu sudah menyebar ke negeri Sabah dan berbagai wilayah Indonesia, salah satunya di pulau Karimunjawa. Suku Bajau lebih banyak melakukan aktivitas kesehariannya di atas perahu untuk tidur, atau berburu hasil laut. Mereka akan menuju daratan hanya untuk menjual hasil laut atau membeli keperluan rumah tangga yang tak bisa dibuat sendiri. Meskipun demikian, pada saat ini sebagian besar orang Bajau sudah tinggal menetap di sepanjang pantai. Suku Bajau memiliki setidaknya 10 bahasa yang diturunkan dari bahasa induk Sama-Bajaw. Secara garis besar suku ini banyak menggunakan bahasa Sinama. Namun bahasa ini sering disebut sebagai Bahasa Bajau karena dipakai hampir di semua suku dan turunannya. Bahasa yang dipakai ini cenderung mirip dengan Tagalog karena mereka berasal dari Filipina. Namun suku-suka yang berada di area Malaysia, Brunei, dan Indonesia menggunakan bahasa yang ada campurannya dengan bahasa setempat. Meskipun masyarakat Suku Bajau memiliki bahasa tersendiri, namun bahasa pertama yang diajarkan masyarakat Bajau di Karimunjawa kepada anaknya ialah Bahasa Indonesia. Hal ini agar anak tersebut dapat berkomunikasi dengan mudah saat memasuki usia sekolah. Secara garis besar, orang-orang yang ada di Suku Bajau banyak menganut Islam. Mereka mempelajari keyakinan ini saat berada di kawasan Malaysia dan juga Brunei. Lambat laun kepercayaan ini menyebar luas hingga akhirnya 95% Suku Bajau menganut Islam meski tidak meninggalkan beberapa kebiasaan di masa lalu saat masih menganut animisme dan dalam setiap kelompok masyarakat selalu ada orang yang dianggap sebagai sesepuh. Ia bisa disebut dengan dukun atau dalam bahasa setempat sering disebut dengan kalamat. Pada Suku Bajau yang muslim, orang dengan predikat ini sering disebut juga dengan wali jin. Ia sering melakukan ritual agar Suku Bajau diberi keselamatan saat berada di lautan dan selalu mendapatkan berkah hasil laut yang melimpah. Mata Pencaharian masyarakat Suku Bajau Mayoritas ialah bekerja di bidang perikanan atau menjadi nelayan. Hal ini kebanyakan bersifat turun-temurun dari generasi ke generasi, masyarakat yang tidak sanggup menyekolahkan anaknya hingga ke jenjang yang lebih tinggi akan bekerja sebagai nelayan untuk memnuhi kehidupan seehari-hari. Tabel Mata Pencaharian Masyarakat Bajau berdasarkan sampel No. Mata Pencaharian Jumlah 1. Nelayan 4 2. Buruh 1 3. Pedagang 1 4. Ibu Rumah Tangga 2 Total 8 Sumber Hasil Penelitian 2018 Suku Madura Suku Madura merupakan salah satu suku yang mendiami wilayah si Karimunjawa, tepatnya berada di Pulau Kemojan, Dusun Batu Lawang dan hidup bersama dengan suku-suku lain di Pulau Karimunjawa, seperti suku Bugis dan Mandar. Sehingga akulturasi berdasarkan perkawinan di dalam Suku Madura sangat kental, hingga masyarakat Madura terkadang menggunakan Bahasa Bugis dalam berinteraksi. Suku Madura adalah suku yang memiliki karakter yang sangat kuat, baik dari sisi bahasa, kesenian, teknologi dan unsur kebudayaan lainnya. Persebaran orang-orang yang berasal dari Suku Madura tidak hanya terfokus di satu daerah, melainkan di berbagai daerah di Indonesia, salah satunya di karimunjawa. Suku Madura mayoritas memeluk agama islam. Selain itu, juga ada yang menganut agama kristen protestan dan katolik. Orang Madura merupakan salah satu suku yang dikenal identik dengan tradisi islam yang sangat kuat. Islam begitu meresap dan mewarnai pola kehidupan masyarakat Madura. Bagi masyarakat Suku Madura betapa pentingnya nilai-nilai keagamaan yang terungkap dari ajaran abantal syahadat, asapo’ angina, apajung Allah yang artinya suku Madura sangat religius. Kebudayaan masyarakat Madura yang masih tetap ddilestarikan di Pulau Karimunjawa ialah berupa Pencak Silat. Pencak Silat adalah seni bela diri yang diturunkan turuntemurun dan dari generasi ke generasi oleh Masyarakat Suku Madura. Mayoritas masyarakat Suku Madura bekerja dibidang perdagangan, hal ini menunjukkan meskipun masyarakat Madura tidak tinggal di daerah asal mereka, jiwa dagang masih meresap di dalam darah masyarakat Madura. Tabel Mata Pencaharian Masyarakat Suku Madura Berdasarkan Sampel No. Mata Pencaharian Jumlah 1. Pedagang 2 2. Nelayan 1 3. Tidak Bekerja 1 Total 4 Sumber Hasil Penelitian 2018 KESIMPULAN Pulau Karimunjawa merupakan salah satu Kepulauan yang berada di sebelah Utara Pulau Jawa, tepatnya di Kecamatan Karimunjawa, Kabupaten Jepara, Provinsi Jawa tengah. Selain memiliki keindahan alam yang luar biasa, Pulau Karimunjawa juga memiliki kekayaan Budaya yang tinggal dan hidup dalam keharmonisan antar suku. Suku-suku tersebut ialah Suku Bugis, Suku Bajau, Suku Madura, Suku Mandar, dan Suku Jawa. Kelima suku tersebut memiliki kebudayaan-kebudayaan yang khas yang menjadi ciri-ciri masing kelimaa suku tersebut. Mereka saling berinteraksi satu sama lain secara harmonis tanpa menimbulkan suatu konflik atau superioritas masing-masing suku. SARAN Pulau Karimunjawa selain menyimpan keindahan alam yang luar biasa, juga menyimpan kekayaan budaya yang jarang ditemui di daerah-daerah lain. Pemerintah sebagai lembaga negara sebaikya menjadikan Pulau Karimunjawa sebagai salah satu ikon kerukunan baik di kancah nasional maupun internasional. Sedangkan dari sisi masyarakat, pelestarian kebudayaan diperlukan dalam rangka menyaring kebudayaan-kebudayaan asing yang berasal dari luar. DAFTAR PUSTAKA Lestari, Kukun Puji,dkk. 2017. Artikel Analisis Pola Interaksi Sosial, Pola Pendidikan Dan Ekonomi Pada Masyarakat Suku Bajau Di Kepulauan Karimun Jawa. Linawati, Mumtaz. 2017. Artikel Analisis Kehidupan Sosial Ekonomi Masyarakat Karimunjawa Studi Kasus Suku Bugis Poerwanto, Hari. 2002. Analisis Komparasi Lintas Budaya. Jurnal Humaniora. 14 142-52. Sugiyono. 2014. Metode Penelitian PendidikanPendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D. Bandung Alfabeta. Sukmadinata, Nana Syaodih. 2007. Metode Penelitian Pendidikan. BandungPT Remaja Rosdakarya. Sutardi, Tedi. 2007. AntropologiMengungkap Keragaman Budaya untuk kelas XII Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah Program Bahasa. BandungPT Setia Purna Inves. Suzuka, miya. 2017. yang-hampir-punah/. Melirik keunikan suku bajo indonesia yang hampir punah. Gambar 1. Interview dengan suku Bajau di pulau Karimunjawa Gambar 2. Observasi lapangan dan interview dengan kepala suku Bugis bapak Abdullah Gambar 3. Observasi lapangan dan interview dengan Kepala Desa Karimunjawa dari Suku Jawa 3 Tari Tarian Suku Nias. Tari Maena Nias (Blogger) Sama halnya dengan kebudayaan suku Aceh, suku Nias juga memiliki beberapa kebudayaan berupa seni tari. Tarian – tarian yang lahir dari masyarakat pulau Nias merupakan tarian yang dulunya ditujukan untuk prosesi upacara atau kegiatan adat tertentu.
PadaTahun 1624, Madura ditaklukkan oleh Mataram. sesudah itu, pada paruh pertama abad kedelapan belas Madura berada di bawah kekuasaan kolonial Belanda (mulai 1882), mula - mula oleh VOC, kemudian oleh
Unsur unsur kebuday aan lokasi dan lingkungan alam asal usul dan sejarah bahasa sistem teknologi sistem mata pencahariansistem organisasi sosialsistem pengetahuan kesenian sistem religi rumah adat upacara adat. 7 unsur kebudayaan suku madura. Kebudayaan Suku Madura Dewi Hanifatul Asror Salah satu sebabnya dengan adanya Pondok Pesantren yang tersebar di seluruh pulau unsur kebudayaan suku madura. Cara hidup masyarakat Madura ada berbagai macam seperti ada masyarakat Madura yang merantau kedaerah-daerah lain yang bertujuan agar dapat menaikkan derajat mereka ada pula yang masih di daerahnya untuk melakukan ternak sapi bila yang tinggal didaerah pesisir mereka bekerja sebagai nelayan dan pembuat garam tradisional ada pula yang membuat usaha di rumah seperti usaha batik tulis Madura. Madura adalah nama pulau yang terletak di. Dengan warna hijau dan merah yang memiliki lambang kesetiaan dan perjuangan. Ketiga unsur tersebut seakan menjadi bahan baku pada budaya Pandhalungan. Pintu yang dihiasi ukir - ukiran asli madura. Bahasa Madura Bahasa Madura yang mempunyai bahasa yang unik. Suku Madura Suku Madura merupakan etnis dengan populasi besar di Indonesia jumlahnya sekitar 20 juta jiwa. Tradisi unik ini seringkali menjadi daya tarik wisatawan saat berkunjung ke Madura. Dan dengan mengetahui budaya Madura kita juga dapat mengetahui bagaimana cara berkomunikasi dan berinteraksi dengan orang Madura karena sebenarnya orang Madura itu tidaklah seperti anggapan orang. Begitu uniknya sehingga orang luar Madura yang ingin. Suku ini memiliki berbagai macam tradisi unik yang keberadaanya masih lestari. Rumah adat madura ini memiliki satu pintu didepan rumah agar pemilik rumah dapat mengontrol aktifitas keluar masuk keluarga. Upacara Pelet Kandung Pada Suku Madura 3. Suku Madura terkenal sangat taat dalam beragama Islam seperti halnya suku Melayu atau suku Bugis yang juga sangat menjunjung agama Islam dalam kehidupan sehari-hari. 72 Toktok Aduan Sapi Ala Masalembu. Suku madura merupakan suku yang berada di wilayah Madura Jawa Timur dan masih ada hingga saat ini. Meraka berasal dari pulau Madura dan pulau-pulau sekitarnya seperti Gili Raja Sapudi Raas dan Kangean. Upacara Adat Pernikahan Suku Madura 2. TIGA WUJUD KEBUDAYAAN DI MADURA 21 Budaya IdeGagasan 211 Adat Perkawinan Nyalabar Perkawinan merupakan salah satu unsur daur hidup yang penting pada hampir semua masyarakat termasuk pada masyarakat Madura ini. Budaya Hukum SUKU MADURA Hukum adat yang paling kontroversial adalah carok. Sosok budaya Madura pada tahapan awal itu ditandai dengan dominannya unsur-unsur Jawa yang terpetakan jelas dalam pola struktur masyarakat sikap dan perilaku sosial jenis-jenis kesenian serta struktur bahasa. Ad Enjoy your stay in Al Wahdah - book the right hotel at the best price. 4 Kepercayaan Suku Madura. Selain menghasilkan logat baru yang merupakan campuran antara bahasa Jawa dialek Arekan dengan bahasa Madura kesenian yang tumbuh di wilayah Tapal Kuda pun terbilang unik. Upacara Adat Permohonan Hujan Ritual Cahe 4. 71 Tradisi Karapan Sapi. Suku madura terkenal karena gaya bicaranya yang blak blakan serta sifatnya yang. Carok merupakan kebiasaan adat mereka untuk meneyelesaikan sengketa yang terlalu memakan emosi mereka. Ad Enjoy your stay in Al Wahdah - book the right hotel at the best price. 2 Wilayah Suku Madura. Upacara Mapar Gigi 21. Carok ini berasal dari suku madura. Masyarakat Madura yang memiliki beragam budaya ini perlu dilestarikan terlebih lagi nilai-nilai budaya yang masih sarat dengan nilai-nilai Islam. Mayoritas masyarakat suku Madura hampir 100 beragama Islam bahkan suku Madura yang tinggal di Madura bisa dikatakan 100 muslim. Suku jawa yang berada di daerah pulau Jawa merupakan suku yang memiliki berbagai kebudayaan mulai dari adat istiadat sehari-hari kesenian acara ritual dan lain-lainSemua itu membuktikan bahwa suku jawa merupakan suku yang kaya akan budaya daerah. 73 Upacara Rokat atau Petik Laut. Salah satu suku di Indonesia adalah suku Madura. Selain itu orang Madura banyak tinggal di bagian timur Jawa. Budaya Pandhalungan tidak bisa terlepas dari budaya Madura budaya Jawa dan agama Islam. 7 Tradisi Suku Madura. Berdasarkan paparan materi di atas maka dapat disimpulkan bahwa. Cara hidup masyarakat Madura ada berbagai macam seperti ada masyarakat Madura yang merantau kedaerah-daerah lain yang bertujuan agar dapat menaikkan derajat mereka ada pula yang masih di daerahnya untuk melakukan ternak sapi bila yang tinggal didaerah pesisir mereka bekerja sebagai nelayan dan pembuat garam tradisional ada pula yang membuat usaha di rumah seperti usaha batik tulis Madura. 5 Karakter Orang Madura. Search compare prices from all booking and official hotel websites. Banyak aturan adat berdasarkan sistem pengetahuan dan kepercayaan yang harus dilaksanakan dalam rangka suatu perkawinan. Search compare prices from all booking and official hotel websites. Unsur Unsur Kebudayaan Madura Ppt Unsur Unsur Kebudayaan Madura Ppt 8 Kebudayaan Suku Madura Yang Perlu Diketahui Unsur Unsur Kebudayaan Madura Ppt Unsur Unsur Kebudayaan Madura Ppt Unsur Unsur Kebudayaan Madura Ppt Unsur Unsur Kebudayaan Madura Ppt Unsur Unsur Kebudayaan Madura Ppt Kebudayaan Suku Madura Dewi Hanifatul Asror
PEMBAHASAN A. Konsep Suku Bangsa. 1. Suku Bangsa. Tiap kebudayaan yang hidup dalam suatu masyarakat yang berwujud sebagai komunits desa, atau kota, atau sebagai kelompok adat yang lain, bisa menampilkan corak yang khas. Hal itu terlihat oleh orang luar yang bukan warga masyarakat yang bersangkutan. Seorang warga dari suatu kebudayaan yang
- Inilah 7 unsur kebudayaan daerah madura, pembahasan tentang aneka hal yang erat kaitannya dengan 7 unsur kebudayaan daerah madura serta keajaiban-keajaiban dunia sejumlah artikel penting tentang 7 unsur kebudayaan daerah madura berikut ini dan pilih yang terbaik untuk Anda.…telah diungkapkan di muka, kebudayaan materi merupakan kebudayaan yang mampu bertahan lama. Makna yang diberikan oleh pendukungnya dapat saja terlupakan karena kebudayaan itu tetap berlangsung sedangkan pendukungnya sendiri telah meninggal….…Ditinjau dari sudut teori, penelitian sejumlah bidang ilmu sekarang ini dimulai dengan membedakan dua wilayah kebudayaan materi, yaitu kebudayaan materi yang diperlakukan sebagai teks dan kebudayaan materi sebagai kebudayaan materi….…lama mengabdi di Kadiri Raden Wijaya kemudian mengusulkan untuk membuka daerah tarik daerah Sidoarjo menjadi hutan perburuan bagi Prabu Jayakatwang yang suka berburu. Usul tersebut segera disetujui tanpa curiga. Daerah……di Kabupaten Lebak, para pemeluk “Agama Kuring” di daerah Kecamatan Ciparay, Kabupaten Bandung, dll. Jumlah pemeluknya di daerah Cigugur sekitar orang. Bila para pemeluk di daerah-daerah lain ikut dihitung,…… Kekayaan Bumi Alam Nusantara Daerah-daerah Sungaidareh dan Batanghari di Jambi adalah daerah penghasil merica/lada yang terpenting diseluruh dunia pada masa Th. 500 – 1000 M. Kemudian daerah merica terpenting… – Geguritan dalam bahasa Jawa beserta unsur instrinsiknya memang menarik dipelajari. Sebagai negara dengan kekayaan budaya yang begitu besar, Indonesia memang menyisakan banyak sekali unsur-unsur budaya yang bagus diketahui,……mengenal 2 istilah kebudayaan, yaitu kebudayaan bangsa dan kebudayaan nasional. Kebudayaan bangsa adalah kebudayaan-kebudayaan lama dan asli yang terdapat di daerah-daerah di seluruh Indonesia. Sementara itu, kebudayaan nasional didefinisikan sebagai……satu kebudayaan dan tempat yang sama. Mereka mengungsi ke daerah yang sekarang kita kenal dengan Amerika, India, Eropa, Australia, Cina, dan Timur Tengah. Mereka membawa ilmu pengetahuan-teknologi dan kebudayaan Atlantis……besar yang terdiri dari Sumatera, Jawa, Madura dan Kalimantan. Sedangkan Sunda Kecil merupakan gugusan pulau Bali, Lombok, Sumbawa, Flores, Sumba, dan Timor. Daerah Kepulauan Sunda kecil ini dikenal sebagai daerah…Demikianlah beberapa ulasan tentang 7 unsur kebudayaan daerah madura. Jika Anda merasa belum jelas, bisa juga langsung mengajukan pertanyaan kepada MENARIK LAINNYApolo artinya dalam bahasa Jawa, kuku perkutut, Java tel aviv, kayu tlogosari, orang terkaya di dharmasraya, naskah drama bahasa sunda 10 orang, sunan pangkat, tokoh wayang berdasarkan weton, penguasa gaib pulau sumatera, Ki sapu angin
Suku Suku pada hakekatnya adalah bentuk kelompok sosial yang terikat oleh kesadaran dan jati diri mereka akan unsur budaya dan sifat kebudayaan yang sama sehingga dalam hal ini terjadi hubungan sosial yang saling terarah berdasakan pada kesamaan bahasa maupun penggunaan adat istiadat.. Namun yang perlu dipahami bahwa istilah selain
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas. “MADURA adalah suatu kelompok etnik penduduk asal Pulau Madura, yang sebagian menetap juga di daerah pantai utara Jttwa Timur, dan sementara yang lain tersebar di Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, dan lain-lain. Pulau Madura sebagai wilayah asal orang Madura terletak antara paralel 6 45' LS - 7 15 LS dan pada meredian 112 15' BT - 114 '05 BT. Luas puiau Madura adalah ha atau 5475, 14 km2. Luas ini terbagi atas wilayah Kabupaten Sumenep seluas ha, Kabupaten Pamekasan seluas ha, Kabupaten Sampang ha, dan Kabupaten Bangkalan seluas 142,435 ha. Pulau ini berada pada ketinggian antara 2 - 471 meter di atas permukaan laut. Temperatur rata-rata adalah 26,61 derajat Celcius; hujan tidak merata sepanjang tahun, dan musim kering kadang-kadang sangat lama di bagian timur. Sekitar 55 % dari luas pulau ini merupakan tanah kering, dan sekitar 10 % merupakan tanah kritis, padang alang-alang, dan tanah pasir. Selebihnya adalah sawah 11 %, tegalan, hutan, kampung, kota, dan lain-lain, yang secara keseiuruhan pulau ini kurang air tanah dan terbilang kurang subur. Masyarakatnya sebagian besar adalah petani yang tergantung pada hujan. Demografi Jumlah orang Madura menurut sensus penduduk tahun 1930 adalah 4,5 juta jiwa. Ini berarti suku-bangsa Madura menempati jumlah ketiga terbesar jumlah anggotanya, sesudah suku-bangsa Jawa dan Sunda. Pada masa terakhir tidak dapat diketahui lag' jumlah mereka, apalagi mereka sudah tersebar ke berbagai daerah di Indonesia, terutama di Jawa Timur di luar pulau Madura. Namun dalam sunber tertentu, ada perkiraan jumlah orang Madura sekitar 7,5 juta jiwa. Di Pulau Madura saja pada tahun 1974 penduduknya berjumlah jiwa dengan kepadatan 450 jiwa per km2. Pada tahun 1986 jumlah penduduk Kabupaten Bangkalan jiwa, Kabupaten Sampang jiwa; Kabupaten Pemekasan jiwa, dan Kabupaten Sumenep jiwa, sehingga seluruhnya berjumlah jiwa. Berdasarkan data di atas dapatlah dinyatakan, bahwa sebagian besar orang Madura berada di luar pulau Madura. Menurut catatan tahun 1974 jumlah penduduk pulau ini yang bukan orang asal Madura tidak banyak jumlahnya, tanpa bisa menyebutkan jumlah pasti dalam angka. Keturunan campuran Jawa-Madura terdapat di kabupaten Bangkalan. Sedikit turunan campuran Bali-Madura mendiami daerah Penggirpanas, Sumenep. Selain dari pada itu orang Bugis dan campuran Bugis-Madura berdiam di pulau Kangean. Campuran Banjar-Madura berdiam di pulau Karamian dan Masalembu. Keturunan Cina dan Arab tersebar di pantai utara dan timur pulau ini Lihat Proyck Penelitian dan Pencatatan Kebudayuan Daerah, Adat Istiadat Daerah Jawa Timur, Jakarta, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1978 . Bahasa Mereka memiliki bahasa sendiri yaitu bahasa Madura. Bahasa ini terkait erat dengan bahasa Jawa, yang termasuk keluarga bahasa Hesperonesian. Bahasa ini memiliki tingkat-tingkat bahasa social levels of speech, sesuai dengan perbedaan status hubungan dari pemakainya. Tingkatan bahasa itu adalah gaya bahasa ngoko, yang biasa dipakai antara sesama kawan akrab, gaya bahasa madia yang dipakai dalam suasana resmi, dan gaya bahasa kromo yang dipakai dalam situasi saling menghormati. Bahasa Madura mewujudkan beberapa dialek, misalnya dialek Bangkalan, yang dipakai di kabupaten Bangkalan dan Sampang. Dialek Pamekasan dipakai oleh orang-orang di selatan Kabupaten Pamekasan dan Madura bagian tengah. Dialek Sumenep dipakai oleh orang-orang di Kabupaten Sumenep. Selain itu ada dialek Girpapas dan dialek Kangean yang jumlah penuturnya tidak begitu banyak. Bahasa ini dipakai oleh orang Madura di pulau Madura, penduduk pulau Sapudi, penduduk kepulauan Kangean, orang-orang Madura di Surabaya, Bondowoso, Bajuwangi, Lumajang, Jember, Probolinggo, dan lain-lain. Pada masa yang lebih akhir telah terbit sebuah kamus bahasa Madura yang disusun oleh Asis Safioedin, Kamus Bahasa Madura-Indonesia Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, 1977. Mata Pencaharian Sebagian besar penduduk hidup dari petani tegalan dengan tanaman utama adalah jagung, dan sebagian lainnya bersawah. Jagung merupakan makanan pokok mereka. Tanaman penting lain ialah tembakau. Di tanah pekarangan, mereka bertanam pepaya, pisang, cabai. Daerah ini juga menghasilkan buah-buahan seperti jambu air, jeruk, salak, nangka. Mereka pun memelihara sapi, kambing, kuda, kerbau. Dari laut mereka menghasilkan ikan kakap, ekor kuning, tongkol, tenggiri, cumi-cumi, dan lain-lain. Penghasilan dari garam kini tidak begitu menonjol lagi. Sebagian orang Madura hidup dari laut dan telah mengembangkan teknologi mata pencaharian kenelayanan itu. Mereka juga adalah orang-orang yang berani bergulat Ketangguhannya di laut mereka buktikan dengan jelajahannya ke pantai-pantai di Nusantara ini, sampai ke Malaysia, Filipina, Madagaskar, Australia, Cina. Mereka menangkap ikan selama berhari-hari di laut bebas, dengan menggunakan perahu gole'an yang berawak lebih dari lima orang. Mereka menggunakan jaring pajang yang panjang dan lebar. Cara menangkap ikan yang lain dengan bagan, bangunan bambu di tengah laut, menjaring kepiting ajaring, menangkap ikan kecil-kecil di daerah pantai ngreket, mencari kerang di dasar laut ngaled, memancing manceng, dan lain-lain. Teknologi Teknologi yang dilukiskan di sini terbatas pada rumah, makanan, dan pakaian. Orang Madura di desa-desa mengenal beberapa macam bentuk rumah, yakni yang disebut model slodoran, model sedana, dan model sedanan. Model pertama slodoran atau malang are adalah rumah tanpa kamar; yang keseluruhan rumah itu terdiri dari ruang dalam rumah tanpa kamar, serambi depan, dapur, kandang sapi, dan langgar. Model kedua sedana rumah yang mempunyai ruang-ruang untuk kamar tidur, ada dapur, kandang sapi, dan langgar. Model ke tiga sedanan ada ruangan untuk kamar, ruang dalam serambi belakang merupakan ruang tamu untuk wanita, ruang dalam serambi depan, serambi depan terbuka, yang khusus untuk ruang tamu pria, serambi belakang terbuka atau tertutup, pendopo mandapa, dan langgar. Bentuk atap rumah ada yang disebut bentuk gandrih, dengan dua buah bubungan berendeng, yang menyerupai kepala sapi dengan tanduknya. Bentuk atap yang lain adalah sekodan, dengan empat tiang pokok. Bentuk atap pacenanan yang pada ujung atapnya diberi hiasan seperti seekor ular. Dalam hal makanan mereka mengenal nasi jagung nase' jagung, ketela pohon yang dibuat makanan nase' tenggang, yang keduanya dulu merupakan makanan utama. Makanan selingan adalah ketela nase' tela, ubi-ubian, kacang-kacangan. Makanan dan minuman khusus adalah kerupuk besar dari tepung kanji tangguk, kerupuk yang terbuat dari ketela pohon krupu' tette, dodol ketan jubada, ketan yang dibakar dalam bambu lemmeng, tepung beras dengan gula merah kocor, soto Madura, sate Madura, makanan dari kerang kecil lorju', dan lain-lain. Minuman yang agak khusus adalah minuman yang dibuat dari tepung beras dicampur rempah yang disebut gendir, minuman semacam serbat yang dinamakan poka', dan minuman yang bernama la’ang. Orang Madura memiliki busana yang menampilkan ciri sendiri. Pada masa lalu, busana berbeda antara satu golongan dengan golongan lain dalam masyarakatnya, misalnya orang kebanyakan, priyai, bangsawan. Busana wanita orang kebanyakan dikenal dengan baju sono atau baju kurung berwarna hitam; sarung poleng dengan warna hitam atau merah berbelang dengan warna menyolok. Busana kaum pria berupa baju pesa berwarna hitam, celana gomboran yang lebar berwarna hitam, ikat kepala odeng, dan lain-lainnya. Wanita golongan bangsawan memakai baju sono berenda, berwarna hitam yang umumnya dari bahan beledru. Kaum prianya memakai baju taqwo dengan warna putih berkancing emas, mengenakan sarung plekat. Masih ada lagi variasi unsur-unsur pakaian yang menjadi simbol status golongan-golongan tadi di masa lalu. Organisasi Sosial Prinsip keturunan orang Madura bersifat bilateral. Garis keturunan ditarik melalui pihak laki-laki maupun perempuan. Tetapi sistem pewarisan gelar, yang masih terdapat pada golongan bangsawan, berlaku secara patrilineal dan diwariskan hanya kepada anak laki-laki. Di Madura terdapat satuan kekerabatan yang disebut koren, yaitu beherapa keluarga yang menempati suatu pekarangan tertentu, terpisah dari koren yang lain. Suatu koren biasanya didiami oleh suatu keluarga sampai empat generasi, dengan rumah yang berjumlah tidak lebih dari 10 buah. Kesatuan yang lebih besar daripada koren adalah kampung, yang namanya berbeda-beda antara satu daerah dengan di daerah lain. Di daerah pegunungan, kampung yang disebut kampong meji terdiri atas 20 rumah, yang didiami oleh lima generasi keturunan. Di daerah Sumenep, kampung yang disebut tanean lanjeng didiami oleh suatu keluarga besar, dengan rumah-rumah yang dibangun saling berhadapan. Selain itu, ada juga pamengkang, yaitu kampung yang terdiri atas paling banyak lima rumah yang didiami oleh tiga generasi keturunan. Suatu desa di Madura dipimpin oleh seorang kepala desa kelebun. Dalam menjalankan tugasnya, kelebun dibantu oleh tiga orang pembantunya, yaitu carek juru tulis yang membantu di bidang administrasi desa; modin yang membantu kepala desa dalam masalah keagamaan, misalnya perkawinan, perceraian, rujuk; dan apel yang mengepalai sebuah kampung. Selain tokoh-tokoh formal desa ini, tokoh agama Islam, kiyai dan santri, di Madura mempunyai peranan sangat besar. Mereka merupakan lapisan sosial tersendiri, yang kedudukannya sangat dihormati dalam masyarakat. Adat Perkawinan Perkawinan merupakan salah satu unsur daur hidup yang penting pada hampir semua masyarakat, termasuk pada masyarakat Madura ini. Banyak aturan adat berdasarkan sistem pengetahuan dan kepercayaan yang harus dilaksanakan dalam rangka suatu perkawinan. Menurut adat, tahap-tahap dalam proses perkawinan di Madura dimulai dengan mencari gadis bagi jodoh anak laki yang disebut nyalabar. Tahap ini dilanjutkan dengan menghubungi pihak wanita narabas pagar, dan kalau dapat diterima dilanjutkan dengan pertunangan yang diikat dengan penyengset. Gadis yang akan memasuki jenjang perkawinannya harus menjalani pingitan selama 40 hari. Selama itu ia harus berada di dalam kamar, segala kebutuhannya diantar, dan wajib minum jamu dengan maksud agar kehadirannya di pelaminan akan bersinar. Akhirnya dilangsungkan ijab kabul yang sebelum dan sesudahnya diwarnai dengan tata cara adat, yang pada masa lalu penuh dengan hal-hal yang bersifat simbolis. Iring-iringan pengantin pria yang datang ke rumah penganten wanita disebut panganten ngekak sangger. Rombongan ini biasanya diiringi dengan suara musik hadrah. Mereka membawa barang-barang bawaan dari pihak pria yang disebut bangiban. Barang itu antara lain sepasang ayam dari kayu yang melambangkan tekad penganten pria dalam menempuh hidup haru. Kembang sekar mayang yang menggambarkan harapan terhadap kelimpahan rezeki, dan bawaan lain yang bersifat simbolis yang mengandung harapan dan makna tertentu. Seusai ijab kabul, kedua penganten diwajibkan menganyam bambu ngekak sangger, yang merupakan suatu perlambang saja. Religi Sebagian terbesar orang Madura adalah pemeluk agama Islam. Islam yang masuk ke Madura sekitarnya pertengahan abad ke-15, pengaruhnya amat kuat, baik dari perilaku masyarakatnya dan terlihat pula dari banyaknya pesantren atau lembaga pendidikan Islam. Bukti sejarah lain sebagai contoh saja adalah, sebuah mesjid Jami' dengan arsitektur yang indah didirikan tahun 1763 di Sumenep masih berdiri anggun sampai sekarang. Walaupun demikian, kepercayaan asli, yaitu kepercayaan terhadap kesaktian roh leluhur, makhluk halus, dan sebagainya. masih tersisa pada sebagian anggota masyarakatnya. Karapan Sapi. Karapan sapi adalah salah satu perminan rakyat Madura. Orang Madura menyebut permainan itu keraben sapeh. Permainan ini melombakan pasangan-pasangan sapi yang dikendalikan oleh seorang 'joki' yang disebut penompak. Pasangan sapi itu dilihat dan diukur kecepatan larinya dalam menempuh jarak sekitar 100-150 meter. Menurut Aries Sudiono Sinar Harapan, 5-9-1982 permainan ini konon telah ada pada masa raja Arjawiraja memerintah kerajaan Madura sekitar abad 12-13 M. yang dilakukan oleh sekelompok petani setelah usai masa panen, dengan melombakan pasangan sapi itu dari satu pematang ke pematang sawah. Sekarang karapan sapi itu diselenggarakan di tempat yang telah disediakan lebih khusus. Permainan ini ada yang dilombakan antar desa untuk tingkat kecamatan, tingkat kabupaten, atau antar kabupaten yang ada di pulau Madura, yaitu Kabupaten Bangkalan, Sumenep, Sampang, dan Pamekasan. Sistem pertandingan sudah diatur adanya babak penyisihan dan sampai babak final yang disebut babak peresan. Suatu perlombaan resmi biasanya disediakan hadiah bagi pemenangnya. Menurut Sudiono 1982 pada masa yang lebih akhir, pemerintah setempat mengeluarkan persyaratan di mana sapinya harus asli dari Madura, umur antara 3-7 tahun, berat rata-rata 200 kg. dan tinggi 120 cm. Suatu peristiwa perlombaan karapan sapi biasanya menampilkan puluhan pasang yang berlangsung dari pagi sampai petang. Sebelum perlombaan dimulai, sapi-sapi itu diarak di sekitar arena dan dikenakan kostum 'warna-warni' dengan kombinasi warna khas Madura. Selama berlangsung acara itu ada iringan bunyi-bunyian seperti Sronen dan Sandur. Sronen melahirkan irama gabungan bunyi alat-alat musik kendang, cer-cer, kempol, kenong telo, gong, dan kejungan. Karapan Sapi Ketika sapi akan dilombakan, pasangan-pasangan sapi itu terlebih dahulu "disatukan" dengan apa yang disebut pengenong. Pengenong itu terbuat dari kayu atau bambu yang menghubung-kan kedua sapi pada bagian lehernya. Alat ini menjepit dan terikat kukuh pada leher sapi, sehingga pasangan sapi itu tidak terpisah ketika sedang berlari dalam kecepatan yang tinggi. Pada pengenong itu terikat pula tiga potong kayu yang menjulur ke belakang di sela-sela badan kedua sapi, yang dinamakan keleles. Keleles berfungsi antara lain sebagai tempat berjuntai kaki 'joki' penompak. Penompak berperan mengendalikan dan memacu pasangan sapinya agar berlari secepat mungkin. Upaya memacu sapi ini dengan cara melecut, bahkan menusuk-nusuk punggung sapi dengan benda tajam, seperti paku yang memang telah disediakan. Punggung sapi karapan itu memang biasanya penuh luka terkena tusukan jokinya yang mengharapkan sapinya berlari secepatnya dan menang. Selesai perlombaan luka pada punggung 9 sapi itu diobati dengan cabe, sambel, spiritus, dan lain-lain. Permainan karapan ini mempunyai macam-macam aturan, melahirkan berbagai kebiasaan, dengan latar belakang sistem pengetahuan dan kepercayaan itu melahirkan perilaku di kalangan pemilik sapi, kerabatnya, dan lingkungan sosial lain yang lebih luas. Aturan dan perilaku tadi terwujud pula pada orang-orang di sekitar arena dan bahkan di luar arena. Berbagai aktivitas di luar arena sudah dilakukan jauh sebelum perlombaan itu berlangsung. Perilaku berdasarkan pengetahuan dan kepercayaan tadi sudah mulai tampak sejak adanya pemilihan sapi yang akan dipelihara untuk kerapan. Sapi karapan harus menunjukkan ciri-ciri tertentu. Ciri yang tampak lahir antara lain, jantan, kulit tipis, kaki kecil, lidah kencang, kuping keras, bulu merah. Di samping itu mereka juga memperhatikan pusar, ekor, telapak kaki kokot dengan ciri tertentu pula. Dengan ciri-ciri tersebut mereka berharap, sapi itu memiliki daya lari yang cepat. Oleh pemiliknya, sapi karapan itu biasa diberi nama. Nama-nama sapi yang pernah terkenal, misalnya Si Bintang Madu, Indrajit, Cumpot, Timang Anak, Roket, Appolo, Si Krakap, Si Belis, Sebuyut, Seracun, dan lain-lain. Pada nama itu sendiri, mereka menitipkan harapan agar sapinya berlari cepat dan menang. Memelihara sapi karapan bukanlah pekerjaan yang ringan bagi pemiliknya, meskipun pekerjaan itu meru-pakan suatu kesenangan. Pemeliharaan itu menyebabkan adanya pengeluaran ekstra yang cukup besar dan menimbulkan kesibukan tertentu. Biaya yang dikeluarkan antara lain untuk membeli telor, bahan jamu seperti jahe, kunyit, laos, jeringo, dan lain-lain. Untuk sapi itu pun disediakan pisang dan gabah. Makanannya harus rumput yang bersih, pohon serta daun jagung. Semua itu untuk membuat sapi jadi sehat, langsing tubuhnya, tidak galak, dan cepat larinya. Jauh-jauh hari sebelum tiba hari perlombaan, pemilik sapi telah dikunjungi oleh para kerabat, teman-teman, dan orang lain yang punya kepentingan tertentu. Biasanya mereka datang pada malam hari untuk mengobrol, memberi semangat bagi pemilik sapi, atau mengatur strategi dalam menghadapi perlombaan yang akan datang. Malam-malam seperti itu, pemilik sapi menyediakan tamunya makanan, minuman, rokok, dan lain-lain. lnilah yang menambah besarnya pengeluaran esktra tadi. Pemilik sapi harus pula mengeluarkan biaya untuk selamatan yang diadakan beberapa hari sebelum hari perlombaan. Pada acara selamatan ini ada pembacaan doa, mengharap datangnya berkat dan keselamatan. Pada selamatan itu disyaratkan tidak memotong ayam atau daging sebagai !auk. Lauk yang dibenarkan adalah ikan, seperti bandeng, tongkol, pindang. Semua mempunyai alasan tersendiri bagi mereka. Menjelang perlombaan, pemilik sapi tertentu ada yang pergi nyekar ke kuburan selama beberapa hari, terutama pada malam hari. Semua itu merupakan sarana untuk menitipkan harapan agar sapinya menang. Kemenangan itu tentu menimbulkan kepuasan tersendiri, bahkan untuk mengangkat derajat di mata masyarakat lingkungannya. Orang Madura pada umumnya sangat menyenangi permainan ini. Di antara para penonton tidak jarang yang bertaruh, dan taruhannya ada yang mencapai jutaan rupiah; dan pihak yang berduit telah mencemari kemurnian permainan itu Suara Pembaruan, 22-11-1991. Karapan sapi ini juga menjadi daya tarik bagi para wisatawan untuk datang ke pulau Madura. Terbitan yang relatif baru untuk lebih jauh mengenali Madura antara lain dari karya Huub de Jonge, Madura Dalam Empat Zaman Pedagang, Perkembangan Ekonomi, dan Islam Jakarta, Gramedia, 1989”. Sumber Melalatoa 1995 493-498 Setelah membaca tulisan Melalatoa tentang suku bangsa Madura tersebut, menunjukkan adanya tata urut deskripsi etnografis yang sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Koentjaraningrat. Menurut Koentjaraningrat 19982, isi dari sebuah karangan etnografi adalah suatu deskripsi mengenai kebudayaan etnik dari suatu suku bangsa secara holistik keseluruhan. Seorang ahli antropologi yang mencari suatu kesatuan etnografi untuk dijadikan pokok penelitian dan pokok deskripsi etnografinya, tentu juga menghadapi masalah yang berbeda-beda dalam unsur-unsur kebudayaan yang dihadapinya. Selanjutnya, Koentjaraningrat 19983-4 mengemukakan bahwa bahan mengenai kesatuan kebudayaan suku bangsa di suatu komunitas dalam suatu daerah geografi, ekologi atau suatu wilayah administratif yang menjadi pokok deskipsi, biasanya dibagi ke dalam bab-bab tentang unsur-unsur kebudayaan, sesuai dengan tata-urut yang baku, yang disebut "kerangka etnografi". Menurut Koentjaraningrat 1998 5, untuk merinci unsur-unsur bagian dari suatu kebudayaan, sebaiknya dipakai daftar unsur-unsur kebudayaan universal, yaitu 1 bahasa, 2 sistem teknologi, 3 sistern ekonomi, 4 organisasi sosial, 5 sistem 10 pengetahuan, 6 kesenian, dan 7 sistem religi. Karena unsur-unsur kebudayaan bersifat universal, maka dapat diperkirakan bahwa kebudayaan suku bangsa yang dideskripsi juga mengandung aktivitas adat-istiadat, pranata-pranata sosial, dan benda-benda kebudayaan yang dapat digolongkan ke dalam salah satu di antara ketujuh unsur universal. Para ahli antropologi dapat memakai sistem tata-urut dari unsur-unsur sesuai dengan selera dan perhatian mereka masing-masing. Buku-buku etnografi mengenai kebudayaan suku-suku bangsa di berbagai tempat di dunia umumnya memakai daftar unsur-unsur kebudayaan universal sebagai kerangka etnografinya Koentjaraningrat 19985-6. Lihat Sosbud Selengkapnya
. 156 269 232 481 405 366 153 427